Sunday, September 21, 2008

Belajar dari Sido Muncul

Suara Merdeka tanggal 21 September 2008(Kolom GAGASAN)

Lebaran segera tiba. Haruskah kemacetan, antrean panjang pengguna jasa transportasi rakyat seperti kereta api, bus menjadi tradisi ”ritual” bagi yang merayakan?
Haruskah diopinikan bahwa kesemrawutan itu bagian dari romantika Lebaran.

Jadi berlebaran identik dengan bersusah payah dan tidak lengkap bila tanpa berebut, saling sikut dan berdesakkan serta yang mengerikan bila sampai terjadi kecelakaan.

Masih belum cukupkah setahun perjuangan para penggerak ekonomi bangsa. Sudah saatnya, paradigma, interpretasi, opini yang populer namun tidak cerdas tersebut harus diluruskan.

Sejak dulu, Lebaran sepertinya menjadi acara masyarakat untuk berkumpul sanak saudara, handai taulan. Berkumpul sejenak, lepas dari deraan rutinitas dan yang tak kalah penting, seperti istilah Banyumasan ngumpulna balung pisah.
Tak ada lagi sekat dan batas yang dibuat sementara pihak. Sungguh, sangat tidak sepantasnya, untuk tujuan yang indah ini harus diujudkan lebih dulu dengan berebut, saling sikut, serobot, ngotot dan saling melotot. Balita dan manula harus berjuang melawan si muda yang gagah perkasa agar bisa mendapatkan karcis hingga sejengkal ruang pengab di gerbong kereta api.

Semua itu masih harus dipertahankan sampai tujuan di tengah kelelahan, risiko kecopetan hingga pelecehan dan pemerasan dari pihak yang juga merasa berhak meminta rezeki dengan dalih ”setahun sekali”.Tak cukup saat mudik namun juga saat arus balik. Barangkali ada baiknya dinas terkait belajar pada salah satu perusahaan jamu yang menggelar acara mudik sejak lebih dari satu dasa warsa.

Tak sebatas ikut tampil diliput media pada acara pelepasan bus pengangkut pemudik, tapi perlu mau berendah hati belajar mengelola pemudik yang makin tertib, nyaman dan manusiawi. Sekadar pemikiran awam, tak perlu spanduk imbauan ”Dilarang Membeli Tiket Lewat Calo” dan sejenisnya yang selalu jadi andalan untuk diliput media.

Tapi ujudkan peningkatan pelayanan misal dengan melakukan ”jemput bola”. Penjualan tiket hingga pengkoordinasian pemberangkatan di kantong-kantong pemudik yang biasanya di kawasan industri. Kalau harus ada tambahan biaya, asal wajar tentu para pemudik mau memahami. Tidak main kemplang,tertib dan manusiawi.
Selamat, Sehat sampai tujuan.

Ini semua telah dilakukan Jamu Sido Muncul dengan layanan mudik untuk penjual jamunya. Kalau perusahaan jamu saja bisa, masyarakat awam yakin dinas terkait pasti mampu. Asal mau.

Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II Blok G/10 Srondol, Semarang

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home